Artikel Inspiratif

Menikmati Proses
Bukan Hasil 
Oleh : Muhaimin Iqbal


Seorang anak laki-laki sedang asyiknya bermain di tepi pantai, di terik matahari berjam-jam dia membuat istana pasir yang indah. Setelah selesai dia menikmati sejenak hasil karyanya, kemudian ia melihat di kejauhan datanglah ombak yang besar. Blaaas, ombak menyapu habis hasil jerih payahnya selama berjam-jam. Anak laki-laki ini bersorak gembira ketika hasil karyanya disapu habis oleh ombak. Kok dia bisa gembira…? Karena dia tahu ombak pasti akan datang, dia tahu bahwa dia hanya bermain sesaat!

Yang dilakukan oleh para orang tua seperti kita-kita sebenarnya tidak jauh beda dengan yang dilakukan oleh anak laki-laki kecil tersebut. Kita membangun istana pasir dengan pekerjaan kita, karir kita, usaha kita dlsb. Yang membedakan dengan si anak laki kecil tadi adalah kita mengabaikan kenyataan bahwa ombak pasti datang !

Ketika mengejar karir, kita mengira bahwa karir itulah tujuan kita sehingga kita mengira kebahagiaan akan datang pada saat cita-cita tercapai. Ketika kita membangun usaha kita mengira bahwa usaha itulah tujuan kita, sehingga kita kira  akan bahagia ketika usaha berhasil sukses.

Karena karir atau usaha adalah tujuan, maka ketika tujuan itu tidak tercapai – kekecewaan dan frustasi yang datang. Ketika ombak datang berupa pensiun atau gagalnya usaha seolah akhir dari segalanya.

Lantas bagaimana kita bisa menikmati seperti anak kecil tadi ? bisa tetap gembira ketika ombak datang ? salah satunya adalah menikmati proses membuat ‘istana pasir’ tersebut. Berkotor-kotor berkubang pasir basah di terik matahari, itulah proses menikmati pembangunan ‘istana pasir’ itu.

Karena kita tahu bahwa suatu saat keindahan ‘istana pasir’ itu akan meninggalkan kita atau kita meninggalkannya, maka ketika hal itu bener-bener terjadi kita tetap bisa bersorak gembira seperti yang dilakukan oleh anak kecil tersebut di atas.

Menikmati proses itu sejalan dengan takdirNya, bahwa domain kita adalah bekerja dan berusaha – domain Allah menentukan hasil. Karena hasil diluar kemampuan kita untuk menentukannya, maka tidak pantas kita berlebihan menikmatinya ketika hasil tercapai. Sebaliknya juga tidak pantas bersedih berlebihan ketika gagal.

“Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS 57 : 23)

Lantas bagaimana kita bisa menikmati proses ini ? bekerja atau berusahalah sebaik mungkin dimanapun tempat Anda sekarang berada. Optimalkan waktu kini yang menjadi milik Anda satu-satunya,  karena waktu besok belum tentu milik Anda sedangkan waktu kemarin sudah bukan lagi milik Anda.

Waktu adalah very perishable asset – yaitu aset yang mudah sekali rusak. Kita hanya memilikinya untuk saat ini, maka saat inilah waktunya untuk bekerja dan berusaha se-optimal mungkin.

Besok atau lusa ombak bisa datang, tetapi karena saat ini kita sudah bekerja optimal – kita sudah berkarya, sudah menciptakan kerja, sudah memberi makan – maka insyaAllah ketika ombak itu bener-bener datang – kita tetap bisa bergembira menyambutnya.

Bila waktu ini sudah kita optimalkan, cita-cita tercapai sekalipun – karir bisa menjulang tinggi, usaha bisa tumbuh menggurita – saat itu-pun bukan waktu yang tepat untuk bisa menikmatinya. Tidak ada  waktu yang tepat untuk kita bisa leyeh-leyeh menikmati hasil. Selalu akan ada tugas besar berikutnya yang menanti !

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS 94 :7-8)

Istana pasir demi istana pasir kita bangun, ombak demi ombak datang menghancurkannya – insyaallah kita bisa tetap gembira. Karena kita tahu dunia ini hanya permainan, hanya kepadaNyalah kita berharap dan kembali !.

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS 57 :20)

Sumber: (geraidinar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar